Kamis, 01 Maret 2012

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, KH. Abdullah Faqih Pengasuh Pesantren Langitan Meninggal Dunia

KH. Abdullah Faqih, pengasuh pondok pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur, telah berpulang ke rahmatullah, Rabu maghrib (29/02/2012). 

Kyai yang dikenal sebagai kyai khos (utama/terkemuka) di kalangan kaum Nahdhiyin (NU) ini meninggal setalah maghrib sekitar pujul 18.30 WIB. Kabar wafatnya Kiai Faqih diumumkan secara resmi oleh Ponpes Langitan dalam situs resminya, Langitan.Net



"Keluarga besar Pondok Pesantren Langitan Berduka Cita atas wafatnya KH Abdullah Faqih, pada Rabu 12 Februari 2012, pada waktu maghrib tadi." tulis situs Langitan.Net pada halaman berandanya.

Biografi Singkat


Kyai Faqih lahir di Dusun Mandungan Desa Widang, Tuban. Saat kecil ia lebih banyak belajar kepada ayahandanya sendiri, KH Rofi’i Zahid, di Pesantren Langitan. Ketika besar ia sempat nyantri pada Mbah Abdur Rochim di Lasem, Rembang, Jawa Tengah.


Kyai Faqih pernah tinggal di Makkah, Arab Saudi. Di sana ia belajar kepada Sayid Alwi bin Abbas Al-Maliki, ayahnya Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Setiap kali tokoh yang amat dihormati kalangan kiai di NU itu berkunjung ke Indonesia, selalu mampir ke Pesantren Langitan.


Keberadaan kyai Faqih tidak bisa lepas dari keberadaan pesantren Langitan di Tuban, Jawa Timur. Melalui pesantren tua di Jawa Timur yang didirikan tahun 1852 oleh KH Muhammad Nur, asal Desa Tuyuban, Rembang, Langitan itulah kyai Faqih mengabdikan dirinya di jalan dakwah.


Kiai Faqih merupakan generasi kelima yang memimpin Pesantren Langitan sejak 1971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena usia lanjut. Kiai Faqih didampingi KH Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya.
Di mata para santrinya, Kiai Faqih adalah tokoh yang sederhana, istiqomah dan alim. Ha tak hanya pandai mengajar, melainkan menjadi teladan seluruh santri. Dalam shalat lima waktu misalnya, ia selalu memimpin berjamaah. Demikian pula dalam hal kebersihan.


Meski tetap mempertahankan ke-salaf-annya, pada era Kiai Faqih inilah Pesantren Langitan lebih terbuka. Misalnya, ia mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dalam hal penggalian dana, ia membentuk Badan Usaha Milik Pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel.


Lebih dari itu lagi, ayah 12 orang anak buah perkawinannya dengan Hj Hunainah ini juga mengarahkan pesantrennya agar lebih dekat dengan masyarakat. Di antaranya ia mengirim da’i ke daerah-daerah sulit di Jawa Timur dan luar Jawa. Setiap Jum’at ia juga menginstruksikan para santrinya shalat Jum’at di kampung-kampung. Lalu membuka pengajian umum di pesantren yang diikuti masyarakat luas.


Dalam hubungan dengan pemerintah Orde Baru, Kiai Faqih sangat hati-hati. Meski tetap menjaga hubungan baik, ia tidak mau terlalu dekat dengan penguasa, apalagi menengadahkan tangan minta bantuan, sekalipun untuk kepentingan pesantrennya. Bahkan, tak jarang, ia menolak bantuan pejabat atau siapapun, bila ia melihat di balik bantuan itu ada `maunya’. 


Kesederhanaan kyai Faqih sangat nampak dari tempat tinggalnya. Kyai Faqih tinggal di sebuah rumah kecil terbuat dari kayu berwarna janur kuning, sederet dengan asrama santri dan rumah pengasuh lain. 
Kyai Faqih tetap tinggal di rumah kayu itu meskipun ada bangunan berlantai dua di belakang rumah itu. Gedung berlantai dua itu untuk tinggal putri-putrinya. Kyai sendiri tetap memilih tinggal di rumah kayu berukuran sekitar 7×3 meter.
Di kalangan NU kyai Faqih dikenal sebagai kiai khos atau kiai utama. Kyai Faqih dianggap mempunyai wawasan dan kemampuan ilmu agama yang luas, memiliki laku atau daya spiritual yang tinggi, mampu mengeluarkan kalimat hikmah atau anjuran moral yang dipatuhi, dan jauh dari keinginan-keinginan duniawi. Kiai Faqih kerap jadi rujukan utama di kalangan Nahdliyin, terutama menyangkut kepentingan publik.

Kyai NU Anti Rokok


Di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur, rokok sama sekali dilarang. Pelarangan rokok di pesantren NU ini juga berkat dorongan dari Kyai Faqih yang menjadi pengasuhnya. Larangan merokok di pesantren Langitan bahkan sudah berlangsung sejak tahun 1990an, jauh-jauh hari sebelum adanya kontroversi keharaman rokok di Indonesia.



Melalui Kyai Faqih inilah 'perang' melawan rokok diserukan kyai Faqih sampai pengaruhnya tidak hanya terjadi di sekitar pesantren, tapi juga lingkungan sekitar pondok pun ikut-ikutan untuk tidak mengkonsumsi rokok. 
Sebagai penguat bukti itu, di situs Langitan.Net, bahkan dipublikasikan secara khusus tentang bahaya-bahaya rokok.[muslimdaily/290212/al-khilafah.org]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih...